oleh Muhardi
Perubahan sosial dan politik yang berlangsung cepat, disertai problem identitas generasi muda, menimbulkan pertanyaan mendasar bagi Himpunan Mahasiswa Islam: masihkah kader hari ini memahami ruh perjuangan yang diwariskan pendahulu? Pertanyaan tersebut berkaitan langsung dengan fondasi ideologis organisasi, yakni Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). Dokumen ini tidak hanya menjelaskan hakikat keislaman dan keindonesiaan, tetapi juga berfungsi sebagai panduan dalam membentuk pribadi kader sebagai manusia, warga bangsa, sekaligus makhluk Tuhan. Namun pada praktiknya, internalisasi NDP sering kali berhenti pada kegiatan formal tanpa benar-benar masuk ke dalam kesadaran kader. Karena itu, diperlukan pendekatan baru yang lebih membumi salah satunya dengan perspektif antropologi.
Antropologi: Jalan Pulang pada Identitas Ke-HMI-an. Antropologi menawarkan sudut pandang berbeda dibanding pendekatan organisatoris yang selama ini digunakan. Ilmu ini melihat manusia bukan sekadar individu yang hadir mengikuti kegiatan formal, melainkan makhluk yang hidup dalam jalinan makna, nilai, simbol, serta relasi kekuasaan.
Dalam konteks NDP yang menggambarkan manusia sebagai makhluk spiritual, rasional, dan sosial, antropologi membantu menjelaskan bagaimana nilai-nilai itu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Kader HMI terus bernegosiasi dengan identitasnya antara komitmen religius dengan tuntutan modernitas, antara nilai insan cita dengan budaya kampus yang pragmatis, serta antara cita-cita humanisasi-liberalisasi-transendensi dengan realitas organisasi yang kadang terjebak dalam rutinitas formal. Dengan pendekatan antropologis, NDP bukan hanya doktrin, tetapi budaya yang harus dihayati dan dialami.
Ritual Kaderisasi yang Kehilangan Makna. Jika dilihat secara antropologis, proses LKI, LKII, dan LKIII merupakan ritual transformasi yang menjaga kesinambungan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun dalam kenyataan, banyak kader melupakan bahwa ritual tidak hanya memerlukan bentuk, tetapi juga kesakralan, konsistensi, dan ruang untuk merenung. Kaderisasi kini kerap beralih dari upaya kontemplasi menjadi sekadar seremoni; dari proses pencarian jati diri menjadi agenda politik organisasi; dan dari pembentukan intelektual menjadi ajang mengumpulkan sertifikat. Di titik ini, antropologi hadir untuk mengingatkan bahwa ritual tanpa makna hanya akan melahirkan kader yang kehilangan semangat. Internalisasi NDP harus dipahami sebagai pengalaman nilai, bukan hanya tahapan administratif pelatihan.
Menghidupkan NDP Melalui Tiga Ruang Antropologis. Ruang Makna Kader perlu memaknai kembali konsep insan cita. Nilai ini tidak seharusnya berhenti sebagai slogan, tetapi harus menjadi bagian dari identitas diri. Pendekatan antropologis mendorong kader bukan sekadar mengetahui, tetapi memahami mengapa nilai tersebut penting.
Ruang Interaksi NDP mustahil hidup tanpa praktik sosial. Nilai itu perlu hadir dalam cara berorganisasi, mengambil keputusan, menyelesaikan konflik, hingga kegiatan pengabdian. Jika tidak diwujudkan dalam tindakan, NDP hanya menjadi wacana tanpa bobot.
Ruang Simbol Simbol seperti lambang HMI, mars organisasi, slogan, hingga kisah perjuangan pendiri bukan hanya ornamen. Dalam antropologi, simbol adalah perekat identitas kolektif. Ketika simbol mulai kehilangan ruhnya, identitas kader pun ikut rapuh dan mudah luntur.
NDP yang Belum Pernah Betul-Betul Dihidupi. Kritik yang perlu diterima adalah bahwa banyak kader memandang NDP hanya sebagai dokumen normatif, bukan budaya yang harus dijalankan. Nilai-nilai yang diagungkan sering kali tidak tercermin dalam perilaku. Kita memuji transendensi, tetapi kaderisasi kerap masih dilingkupi ego dan kompetisi. Kita menjunjung humanisasi, tetapi struktur organisasi masih menghadirkan pola relasi feodal.
Dari perspektif antropologi, hal ini disebut disonansi nilai ketidaksesuaian antara ajaran tertulis dan praktik lapangan. Bila NDP tidak diinternalisasi, HMI berisiko kehilangan autentisitas perjuangannya. Yang dibutuhkan bukan hanya penegasan materi, tetapi perubahan budaya organisasi secara menyeluruh.
Antropologi sebagai Jalan Menghidupkan Kembali Semangat Perjuangan
Pendekatan antropologis memberi peluang bagi HMI untuk membangun budaya organisasi yang lebih peka, kritis, egaliter, dan bebas dari feodalisme dalam proses kaderisasi. Antropologi dapat mengembalikan nilai spiritual, intelektual, dan kemanusiaan yang menjadi inti NDP. Dengan cara ini, kader tidak hanya mahir berdiskusi, tetapi juga mampu membaca realitas sosial secara tajam.
Melalui sudut pandang antropologi, NDP tidak lagi menjadi teks yang hanya dibuka saat pelatihan, melainkan menjadi praktik hidup yang membentuk karakter dan tindakan kader dalam keseharian.
















