Konus.id, Samarinda – Rencana relokasi pedagang Pasar Subuh oleh Pemkot Samarinda berujung pada tindakan represif yang menimbulkan gelombang kecaman. Insiden yang terjadi pada Jumat, 9 Mei 2025 itu tidak hanya diwarnai kericuhan antara aparat dan warga, tetapi juga menyisakan luka fisik dan psikis bagi beberapa pihak, termasuk mahasiswa yang ikut mendampingi para pedagang.
Kericuhan pecah ketika aparat gabungan yang diturunkan untuk menertibkan area pasar mulai memaksa pedagang mengosongkan lapak. Penolakan datang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari pedagang, warga sekitar, hingga mahasiswa yang ikut bersolidaritas.
Benturan pun tak terelakkan. Aparat terlihat mendorong dan menarik paksa beberapa orang yang menolak untuk pergi. Salah satu korban dalam peristiwa itu adalah Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKIP Universitas Mulawarman.
Dalam keteranganya yang dihimpun oleh Ketua Umum HMI Cabang Samarinda Syahril Saili, korban mengaku menerima pukulan keras dari oknum aparat yang diduga berasal dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Samarinda saat sedang mengawal aksi penolakan penggusuran. Syahril pun menyayangkan atas tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap warga dan mahasiswa.
“Menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak semua rakyat dan dijamin oleh konstitusi. Apa yang terjadi di Pasar Subuh sangat kami sayangkan. Tindakan represif terhadap warga yang mempertahankan ruang hidupnya adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip demokrasi,” tegasnya.
Syahril menambahkan, kekerasan fisik terhadap kader HMI tidak bisa dibiarkan begitu saja. “Kader kami menjadi sasaran bogem mentah aparat saat bersama warga menolak penggusuran. Kami menduga kuat pelakunya adalah anggota Satpol PP Samarinda,” ujarnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, lanjut dia, pihaknya menuntut Kepala Satpol PP untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. “Kami minta Kepala Satpol PP tidak lepas tangan. Ini bukan sekadar relokasi, ini soal hak-hak rakyat yang tercederai. Harus ada sanksi terhadap aparat yang terbukti melakukan kekerasan.”
Dia menegaskan bahwa dalam waktu dekat HMI akan mengunjungi kantor Satpol PP untuk menyampaikan protes resmi dan menuntut pertanggungjawaban langsung. Langkah itu, menurutnya, penting agar peristiwa serupa tidak kembali terulang di masa mendatang.
“Jangan bungkus kekerasan dengan dalih penertiban atau relokasi. Kami tidak anti terhadap penataan kota, tapi harus dijalankan dengan dialog, bukan pemaksaan. Warga punya hak untuk didengar dan dihormati,” pungkasnya.