Konus.id, SAMARINDA – Himpunan Mahasiswa Arsitektur (HIMARSI) Fakultas Teknik Universitas Mulawarman menggelar Diskusi Publik di Atrium Mall City Centrum pada Minggu, 18 November 2024, dengan tema “Samarinda Bersiap Menuju Era Digitalisasi dalam Pencarian Identitas Kota sebagai Pusat Peradaban.”
Ketua Umum HIMARSI, Rizki Amelia Putri, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sebagai mahasiswa arsitektur, mereka tidak hanya harus mampu merancang konsep desain yang baik, tetapi juga harus peka terhadap isu-isu yang terjadi di masyarakat dan mampu hadir sebagai solusi melalui diskusi publik.
“Sebagai mahasiswa arsitektur yang nantinya akan berpraktik, kita tidak hanya mampu merancang konsep yang baik dan ahli dalam menggambar, tetapi juga harus mampu melihat isu yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya diskusi publik ini, diharapkan mahasiswa arsitektur dapat mengembangkan pemahaman, keterampilan, dan inovasi, serta mempersiapkan diri menjadi arsitek yang bertanggung jawab dan peka terhadap kebutuhan masyarakat,” ujar Putri.
Dalam diskusi ini, selain mengundang narasumber yang ahli di bidang arsitektur, HIMARSI juga mengundang Andi Harun, Walikota Samarinda periode 2021-2024, sebagai pembicara.
“Sejak awal, Samarinda tidak memiliki master plan. Jika dilihat dari satelit, penataan kota Samarinda terlihat tidak beraturan, seperti akar pohon. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Samarinda sedang merencanakan Samagov (Samarinda Government) dalam bentuk digital yang mencakup informasi tentang tata kota dan wilayah Samarinda,” ujar Andi Harun.
Andi Harun juga menambahkan bahwa visi besar Samarinda sebagai Pusat Peradaban bertujuan untuk menjadikan kota ini lebih baik, dimulai dengan pembenahan perilaku masyarakat. Hal ini mencakup peningkatan kesadaran tentang kebersihan, kedisiplinan, dan tanggung jawab bersama dalam menjaga fasilitas publik serta lingkungan.
Terkait identitas Kota Samarinda, arsitek Faizal Baharudin menjelaskan bahwa pencarian identitas kota dapat dilihat melalui tiga skala: mikro, meso, dan makro, dengan fokus utama pada budaya dan kearifan lokal masyarakat. Identitas ini mencerminkan karakter yang terbentuk dari tradisi, nilai-nilai sosial, dan pola hidup masyarakat setempat. Selain itu, wajah Samarinda juga dipengaruhi oleh sejarah kerajaan yang pernah ada di sekitar wilayah kota, yang meninggalkan jejak signifikan dalam perkembangan budaya, arsitektur, dan tata ruang kota.
Sementara itu, Shandy, salah satu pembicara, menambahkan bahwa Samarinda harus siap menghadapi tantangan besar menuju visi Indonesia Emas 2045. Dengan memadukan budaya, digitalisasi, dan identitas kota, Samarinda dapat menjadi contoh kota yang mengedepankan keberlanjutan, menciptakan Indonesia Emas yang maju secara teknologi, sekaligus kaya akan nilai-nilai budaya yang tetap terjaga.
Ketua HIMARSI, Putri, juga menjelaskan harapannya agar diskusi publik ini menjadi bentuk kepedulian HIMARSI dalam mendukung keberlanjutan kota Samarinda.
“Suka atau tidak, cepat atau lambat, Samarinda akan menghadapi tantangan besar dengan kedatangan IKN dan gempuran era digitalisasi. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa arsitektur, kami mencoba menghadirkan upaya pemecahan masalah melalui dialog untuk meramu isu-isu tersebut,” ujar Putri.