konus.id | SAMARINDA – Aturan soal larangan penjualan buku di Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Kota Samarinda ternyata belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
Surat edaran yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda Nomor: 100.4.4/8583.100.01 terkait penggunaan buku dan larangan penjualan buku pada jenjang SD dan SMP di Kota Samarinda rupaya belum berjalan dengan maksimal dibeberapa sekolah sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
Dari pantauan wartawan di lapangan, ternyata sejumlah sekolah masih ada yang menarik uang dari pembelian buku siswa, salah satunya SDN 001 Sungai Kunjang. Pasalnya dana yang diterima sekolah dari Disdikbud Kota Samarinda tidak mampu semuanya diserap untuk buku.
Kepala Sekolah SDN 001 Sungai Kunjang, Hartiwi menyampaikan dana dari pemerintah 20% itu tidak mampu mengcover seluruh kebutuhan siswa. Menurutnya banyak kebutuhan sekolah juga yang harus di bayarkan.
“Dana BOS itu kita terima itu kan bukan hanya untuk buku, belanja pegawai untuk gaji honorer, kemudian bayar listrik, bayar air, bayar wifi dan kebutuhan atk,” tuturnya.
Pimpinan tertinggi SDN 001 Sungai Kunjang itu mengatakan jika buku dari pemerintah tidak bisa mengcakup seluruh siswa, sehingga dibutuhkannya buku penunjang untuk bisa menambah referensi belajar siswa.
Ia menambahkan tidak pernah mengharuskan siswa untuk membeli buku wajib ataupun penunjang. Namun Hartiwi menyampaikan dari keterbatasan buku pemerintah ini mengakibatkan siswanya belajar menggunakan satu buku untuk lima orang, ketika waktu belajarnya bertepatan dengan kelas lain.
“Jadi tidak ada sekolah bilang harus pake buku ini itu, tidak seperti itu. Kalau tidak mau tidak papa itukan kebutuhan belajar anak bapak ibu,” imbuhnya.
“Saya juga secara pribadi akan membantu jika ada wali murid yang ingin beli buku penunjang tersebut untuk anaknya dan saya sendiri yang akan membelikannya,” tambahnya
Salah satu Wali Murid yang tidak ingin disebutkan namanya membeberkan bahwa untuk buku wajib tiap tahun harus di beli mengikuti aturan dari sekolah. Namun ia menyampaikan wali murid banyak yang tidak setuju terkait aturan itu.
“Alasannya ya karena sudah dipesan, jadi tetap bayar, gatau mungkin tahun depan, kalo tahun depan sudah tidak bayar ya ini tahun terakhir kayaknya, karena ini kurikulum baru, kurikulum merdeka,” bebernya
“Karena mungkin mereka sudah kerjasama makanya tidak bisa dibatalin lagi, banyak juga orang tua yang belum bayar, tapi satu dua orang aja, karena menurut aturan itu digratisin,” tambahnya.
Menyikapi permasalahan tersebut, Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Abdul Muis menegaskan dari surat edaran Disdikbud terkait penggunaan dan larangan penjualan buku pada SD dan SMP di Kota Samarinda itu sudah jelas, bahwa penjualan buku dilarang tanpa dasar apapun.
“Saya rasa permasalahan buku ini harus ditindak lanjutin, dari surat edaran Disdikbud terkait buku sudah jelas. Baik dari buku wajib atau penunjang tidak diperjual belikan kepada siswa,” tegas Muis.
Lebih lanjut kata Muis, pihaknya meminta Disdikbud untuk lebih memaksimalkan monitoring terhadap sekolah – sekolah untuk memastikan surat edaran tersebut benar-benar dipatuhi tiap sekolah.
“Ya pastinya kita meminta Disdikbud untuk berani mengevaluasi oknum kepala sekolah yang tak patuh terhadap himbauan tersebut,” pungkasnya. (Ikhlas)