AdventorialBlogDPRD KALTIM

DPRD Kaltim Dorong Penguatan Pengawasan Keamanan Anak di Pesantren dan Lembaga Pendidikan

187
×

DPRD Kaltim Dorong Penguatan Pengawasan Keamanan Anak di Pesantren dan Lembaga Pendidikan

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan (ist)

Konus.id Samarinda – Maraknya kasus asusila terhadap anak di lembaga pendidikan, khususnya pesantren, mendapat sorotan serius dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, mendesak pembangunan sistem perlindungan yang lebih ketat untuk memastikan keamanan santri, dengan menyoroti lemahnya pengawasan saat ini yang terbukti dari berbagai insiden tahun terakhir.

Dirinya meminta untuk segera membangun sistem keamanan dan perlindungan pada anak di lingkungan pendidikan khususnya pesantren. Kasus yang terjadi setahun terakhir ini membuktikan bahwa lemahnya pengawasan yang ada dan hal ini harus segera diatasi.

Berbeda dari fokus pada sisi hukum semata, Agusrinsyah mengajak seluruh pihak untuk melihat persoalan ini sebagai kegagalan sistem perlindungan anak. Menurutnya, pesantren memiliki peran besar dalam pembentukan karakter generasi muda, sehingga keamanan santri harus menjadi prioritas utama.

“Jika kita bicara generasi emas, maka yang harus disiapkan bukan hanya kurikulum atau kualitas pengajar. Lingkungannya juga wajib aman. Tanpa itu, semua konsep pembangunan SDM akan rapuh,” sebutnya.

Dirinya menegaskan bahwa perlunya evaluasi menyeluruh mulai dari standar rekrutmen pengajar, sistem pengawasan internal, hingga pelaporan kasus kekerasan yang transparan. Agusriansyah menuturkan sejauh ini mekanisme penanganan yang ada masih berada pada pengelola bukan pada standar baku yang mengikat.

Agusriansyah mencontohkan, lembaga pendidikan yang berada di bawah organisasi keagamaan maupun yang langsung dibina Kementerian Agama (Kemenag) harus memiliki protokol keamanan yang jelas dan terukur, terutama dalam mengawasi interaksi antara pembina dan santri.

“Tanpa standar yang kuat, potensi celah penyalahgunaan kekuasaan tetap terbuka,” tuturnya.

Sejumlah data menunjukkan urgensi persoalan ini. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat 573 kasus kekerasan di lembaga pendidikan sepanjang 2024, dengan 114 di antaranya terjadi di pesantren. Sementara di Kaltim, DKP3A mencatat 662 kasus kekerasan hingga pertengahan 2025, dan 63 persen korbannya adalah anak-anak.

Agusrinsyah menyampaikan pihaknya dan pemerintah harus melahirkan kebijakan yang kuat dalam memberikan rasa aman pada anak, seperti regulasi yang jelas, pengawasan, dan pendampingan psikososial yang berkelanjutan.

Dirinya menekankan keamanan pada anak menjadi tanggung jawab yang kolektif dengan membutuhkan tindakan nyata, bukan hanya reaksi setelah kejadian.

“Ini persoalan masa depan. Kita harus memastikan pesantren tetap menjadi ruang aman untuk belajar dan tumbuh, bukan tempat yang menyisakan trauma,” tutupnya.(aw/adv/dprdkaltim)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *